Shangdi: Sebuah pembahasan dari segi linguis

Shangdi artinya Tuhan, leluhur orang Tiongkok telah menyembah Shangdi sejak ribuan tahun lalu. Benarkah kesimpulan bahwa orang Tiongkok kuno sebenarnya telah mengenal monotheisme lebih dulu daripada agama-agama lainnya?
 Pertama-tama, saya harus menghimbau untuk para penyimak tulisan saya ini untuk melepaskan dulu fanatisme agama masing-masing.

Karena pembahasan saya ini hanya murni dari segi linguistik, tanpa bermaksud menyebabkan perseteruan lebih lanjut. Malah, lewat tulisan ini saya harap dapat menipiskan friksi pendapat di antara yang percaya bahwa Shangdi-nya Tiongkok kuno ada hubungannya dengan Trinitas Kristen dan yang menihilkan keyakinan tadi.


Shangdi artinya memang adalah
Tuhan, namun hanya terbatas pada umat Kristen.
Penyebaran agama-agama penting di dunia ke Tiongkok menyebabkan kata-kata untuk Tuhan dan istilah-istilah religius lainnya harus dicari padanannya dalam kosa kata bahasa Mandarin. Masing-masing agama kemudian memutuskan satu kata dalam Mandarin yang dianggap tepat untuk mewakili Tuhan, di antaranya:
  • Islam: Zhenzhu (真主)
  • Katolik: Tianzhu (天主)
  • Kristen: Shangdi (上帝) – misionaris Eropa
  • Kristen: Shen (神) atau Zhu (主) – misionaris Amerika
Zhenzhu dan Tianzhu tidak bermasalah, karena pada waktu itu tidak merupakan kata yang terlalu banyak digunakan, namun lain kalau Shangdi atau Shen, karena kebetulan Shangdi juga adalah kata untuk merujuk kepada beberapa arti di dalam bahasa mandarin di zaman baheula.
Untuk melihat secara jelas perbedaannya, saya jabarkan dalam 2 point:
  • Shangdi di zaman kuno
    • Shangdi di zaman kuno merupakan kata untuk merujuk kepada langit. Bila pernah membaca artikel kepercayaan tradisional Tionghoa yang pernah saya kirimkan, maka seharusnya kita tahu bahwa langit itu bukan melambangkan Tuhan, bukan suatu roh atau kesatuan. Konsep langit (Tian) dalam kepercayaan tradisional Tionghoa sebenarnya adalah melingkupi seluruh alam langit. Di zaman kuno, leluhur orang Tiongkok cuma mengenal 2 alam, alam langit dan alam manusia (bumi). Roh manusia-manusia yang meninggal dipercaya akan menuju ke alam langit. Jadi, penghormatan kepada langit sama sekali bukan penghormatan kepada Tuhan yang seperti dikonsepkan dalam agama lainnya.
    • Shangdi di zaman kuno juga dapat berarti kaisar terdahulu. Konfusianisme mementingkan penghormatan pada leluhur, kaisar yang dianggap menjalankan mandat dari alam langit untuk memerintah dunia sekaligus juga harus menghormati kaisar-kaisar terdahulu sebagai leluhur. Mungkin banyak yang tidak tahu kalau setiap kaisar selama 2000 tahun terakhir ini masing-masing mempunyai nama bio (kelenteng), yang merupakan nama unik sebagai perlambang penghormatan setelah mereka meninggal.
  • Shangdi di dalam Taoisme
    • Taoisme juga mengadopsi istilah Shangdi untuk merujuk kepada Yu Huang Da Di (Giok Hong Tay Te), yang kadang disebut Yu Huang Shangdi. Yu Huang Shangdi adalah Kaisar Langit dalam Taoisme, dewa tertinggi di alam langit.
    • Xuan Tian Shangdi juga dikenal sebagai Shangdi dalam Taoisme. Ini adalah dewa perang Taoisme.
  • Shangdi sebagai Tuhan
    • Shangdi sebagai Tuhan sebenarnya hanya digunakan secara ekslusif oleh pada misionaris sewaktu penyebaran agama Kristen di Tiongkok. Setelah meneliti kembali, baru saya ketahui kalau istilah Shangdi untuk Tuhan ini baru ada pada masa Ming (abad 14~17), Lumrah saja, toh yang mengerti tahu kapan reformasi Martin Luther berlangsung (abad 16).
Dari sini, jelas bahwa Shangdi sebagai Tuhan itu lain daripada definisi Shangdi di zaman kuno. Namun tetap saja masih banyak yang mencampur-adukkan antara keduanya. Fenomena ini dapat saya analogikan dengan cerita kecil di bawah:

“Seseorang membaca cerita Samkok, dan menemukan bahwa di dalam beberapa peperangan, para prajurit menggunakan qiang (槍). Dia terkesiap dan mengira bahwa ia menemukan sesuatu yang sangat penting, yang mungkin dilewatkan para sejarahwan dunia. Lalu ia mengambil kesimpulan bahwa orang Tiongkok telah menggunakan senapan sejak 1800 tahun yang lalu. Yah, buktinya cerita Samkok saja ada mencatatnya dan terang-terangan kalau qiang itu artinya senapan di zaman sekarang ini.”


Ia tidak salah mengenai qiang sebagai senapan di zaman sekarang ini, namun ia keliru mengenai qiang di zaman Samkok, yang sebenarnya menunjuk kepada tombak. Kosa kata qiang sebagai senapan baru muncul setelah senapan ditemukan ribuan tahun kemudian. Jadi, qiang di zaman sekarang merujuk kepada 2 benda, namun di zaman dulu hanya 1 benda.

Cerita yang sama juga dapat diterapkan di permasalahan Shangdi dan Tuhan (Trinitas) yang menjadi diskusi sebelumnya. Mudah-mudahan ulasan sederhana lewat segi pandang sejarah linguistik ini dapat menjadikan para penyimak dapat lebih jelas membedakan antara Shangdi, Shangdi dan Shangdi. Jangan sampai mencampuradukkan antara Shangdi, Shangdi dan Shangdi.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...